Senin, 17 Juni 2013

TEKNOLOGI BENIH "Pematahan Dormansi" Stefanuseko

I.    PENDAHULUAN                                       

1.1.     Latar Belakang
Pada dunia pertanian, tentu kita tidak lepas dari kata biji, dan benih. Wikipedia 2012, Biji (bahasa Latin : semen) adalah bakal biji (ovulum) dari tumbuhan berbunga yang telah masak. Biji dapat terlindung oleh organ lain (buah, pada Angiospermae atau Magnoliophyta) atau tidak (pada gymnospermae). Dari sudut pandang evolusi, biji merupakan embrio atau tumbuhan kecil yang termodifikasi sehingga dapat bertahan lebih lama pada kondisi kurang sesuai untuk pertumbuhan. (Lihat pergiliran keturunan). Biji merupakan bakal biji (ovulum) yang dihasilkan oleh tumbuhan berbunga dan dikenal sebagai alat perkembangbiakan pada tumbuhan.. bibit adalah tanaman hasil perbanyakan atau penangkaran yang siap untuk ditanam, dapat bersal dari perbanyakan generatif (biji/benih) dan dapat juga bersal dari perbanyakan vegetif (cangkok, okulasi, stek, dll).
Benih adalah biji yang dipersiapkan untuk tanaman yang telah melalui proses seleksi, sehingga dapat diharapkan dapat mencapai proses tumbuh yang besar menjadi tanaman dewasa Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Dalam buku lain tertulis benih disini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman (Sutopo, 2004).
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan dapat berasal dari fator internal dan eksternal. Syarat tumbuh benih melipui syarat internal berupa kesiapan dan kemasakan embrio dan bagian-bagian penunjang lnternal. Syarat eksternal meliputi keadaaan lingkungan yang mendukung seperti pH, media, air, suhu dan lain sebagainya. Dapat juga perkecambahan dan syarat tumbuhnya dipengaruhi oleh faktor dalam yang meliputi: tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air, temperatur, oksigen, dan cahaya.
Benih Tidak berkecambah adalah benih dari berbagai macam tanaman baik dari kelas dikotil maupun monokotil yang hingga akhir periode pengujian tidak berkecambah. Benih benih tersebut diantaranya adalag benih segar, benih hampa, benih rusak, benih tidek berembrio, benih keras, dan benih mati (Kamil, Jurnalis. 1979). Benih yang tidak menunjukan potensi sama sekali untuk berkecambah disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah faktor dalam yang meliputi: ada tidak/ rusa tidaknya embrio, tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air, temperatur, oksigen, cahaya dan kerusakan akibat jasad pengganggu (Kamil, Jurnalis. 1979).

1.2.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari ada tidaknya dormansi pada benih serta cara untuk mematahkan dormansi.













II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Benih Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
Dormansi benih disebabkan oleh faktor fisik dan fisiologi. Faktor fisiologi contohnya embrio rudimenter, keseimbangan hormonal, dan fenomena after-ripening. Fenomena after-ripening terjadi pada benih padi yaitu keadaan di mana benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan kering. Faktor fisik meliputi impermeable terhadap air dan gas, kulit benih tebal dan keras, benih mengandung inhibitor, dan adanya penghambatan mekanik. (Lambers 1992, Schmidt 2002).

2.2. Penyebab Benih Dormansi
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah Impermeabilitas kulit biji terhadap air dimana benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula; Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera; Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat (Wikipedia, 2012).
Dormansi Fisiologis, dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh. Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah Immaturity Embrio,dimana pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembapan tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah; After ripening, dimana benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya; Dormansi Sekunder, disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan, cahaya (Wikipedia 2012).

2.3. Metode/ Cara Pematahan Dormansi
Ada beberapa cara pematahan dormansi yang telah diketahui adalah dengan perlakuan mekanis diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas (Wikipedia 2012).
Dengan perlakuan kimia, perlakuan ini bertujuan menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA) (Wikipedia 2012).
Perlakuan perendaman dengan air juga dapat dilakukan perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan (Wikipedia 2012).
Perlakuan dengan suhu, cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembap (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
Perlakuan dengan cahaya, cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari (Wikipedia 2012).

2.4. Manfaat Mempelajari Pematahan Dormansi
Pematahan dormansi perlu dilakukan untuk mengetahui apa itu dormansi, pematahan dormansi dan cara-cara atau metode pematahan dormansi tersebut. Dengan dilakukannya pematahan dormansi ini tentunya memiliki manfaat yang sangat nyata di bidang pertanian diantaranya adalah untuk mengetahui tipe dormansi yang ada pada benih sehingga mempermudah perlakuan, cara, atau metode pematahan dormansi yang akan dilakukan pada benih yang akan dilakukan perlakuan pematahan dormansi selain itu pematahan dormansi ini juga bermanfaat untuk mengetahui kemampuan benih untuk berkecambah setelah dilakukan pematahan dormansi sehingga pada praktiknya dilapangan benih dormansi dapat dipilah dan dipatahkan dormansinya sehingga dapat berkecambah normal setelah perlakuan  pematahan dormansi dan diharapkan nantinya akan menjadi tanaman dewasa yang normal dam berproduksi maksimal sehingga dapat mengguntungkan petani secara umumnya.















III.    BAHAN DAN METODE

3.1.    Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Acara VI (Pematahan Dormansi) dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya. Kegiatan dilaksanakan pada hari rabu 12 November 2012 jam 13.00-14.40 WIB.

3.2.     Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikun ini yaitu, benih lamtoro, benih karet, benih jarak, H2SO4 pekat, etanol, Air, alcohol, Larutan 0,1 N HN03, Larutan 0,2 % KNO3. Sedangkan alat yang digunakan adalah Kertas amplas, cutter, kertas merang, Pinset, Petridis, alat pemanas, bak perkecambahan, kotak pasir.

3.3.    Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah menyiapkan benih yang akan dilakukan pematahan dormansi seperti benih lamtoro, karet, dan jarak, kemudian masing-masing benih tersebut digosok dengan menggunakan ampelas pada bagian yang berbeda pada tiap jenis benih pada bagian arah keluarnya calon batang, kemudian untuk benih lamtoro direndam dalam larutan yang berbeda seperti air panas, air dingin dan beberapa jenis larutan lainnya dengan waktu perendaman yang berbeda seperti direndam dalam air mendidih dan etanol 95 % dan juga benih control yang tidak diberi perlakuan apa-apa. Kemudian benih ditanam dan dilakukan pengamatan untuk melihat daya kecambahnya.





BAB IV. HASIL PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 1.  Hasil Pengamatan Pematahan Dormansi Biji Lamtoro.
NO    Hari Pengamatan    7
    Perlakuan    PTM    KN    ABN    MTI
            K    L    Σ       
1    Kontrol (P1)    -    -    -    -    -    25
2    Ampelas (P2)    6    6    -    6    -    19
3    Air Panas (P3)    2    2    -    2    -    23
4    Etanol (P4)    1    1    -    1    -    24

NO    Hari Pengamatan    14
    Perlakuan    PTM    KN    ABN    MTI
            K    L    Σ       
1    Kontrol (P1)    -    -    -    -    -    25
2    Ampelas (P2)    -    6    -    6    -    19
3    Air Panas (P3)    -    2    -    2    -    23
4    Etanol (P4)    -    1    -    1    -    24

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pematahan Dormansi Benih Karet.
NO    Hari Pengamatan    7
    Perlakuan    PTM    KN    ABN    MTI
            K    L    Σ       
1    Kontrol (P1)    -    -    -    -    -    25
2    Ampelas (P2)    -    -    -    -    -    25


NO    Hari Pengamatan    14
    Perlakuan    PTM    KN    ABN    MTI
            K    L    Σ       
1    Kontrol (P1)    -    -    -    -    -    25
2    Ampelas (P2)    -    -    -    -    -    25

4.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini dari pengujian pematahan dormansi pada biji lamtoro dan biji karet dengan beberapa perlakuan, pada benih lamtoro dilakukan dengan empat perlakuan yaitu perlakuan yang pertama P1 (kontrol) tanpa adanya perlakuan, yang kedua perlakuan P2 (ampelas) yaitu dengan cara mengampelas kulih benih, yang ketiga adalah perlakuan P3 (air panas) yaitu dengan merendam benih pada air panas dengan waktu 30 menit , kemudian pada perlakuan P4 (Etanol) yaitu dengan merendam benih dengan larutan etanol.   
Dari data pada table diatas pada pengamatan  pada hari pematahan dormansi biji lamtoro pada hari ke-tujuh, pada perlakuan kontrol tidak terjadi pertumbuhan kecambah dengan jumlah benih 0 kecambah, sedangkan pada perlakuan menggunakan kertas ampelas terjadi potensi daya tumbuh 6 biji yang berkecambah, kemudian pada perlakuan menggunakan air panas, terjadi pertumbuhan kecambah dengan hasil 2 kecambah, sedangkan dengan perlakuan menggunakan larutan etanol hanya satu kecambah yang tumbuh dengan perlakuan ini.
Pengamatan selanjutnya pada hari ke-14 pada biji lamtoro, pada perlakuan kontrol tidak terjadi pertumbuhan kecambah, Sedangkan pada perlakuan menggunakan kertas ampelas terjadi potensi daya tumbuh 6 biji yang berkecambah, kemudian pada perlakuan menggunakan air panas, terjadi pertumbuhan kecambah dengan hasil 2 kecambah, sedangkan dengan perlakuan menggunakan larutan etanol hanya satu kecambah yang tumbuh.
Sedangkan pada pematahan dormansi biji karet. Perlakuan yang diberikan pada pematahan dormansi biji karet ini menggunakan perlakuan kontrol (P1), yaitu tanpa adanya perlakuan apapun, kemudian pada perlakuan kedua menggunakan perlakuan dengan kertas ampelas (P2). Dengan adanya perlakuan yang diterapkan, pada pematahan dormansi biji karet ini, tidak ada diperoleh data, karena tidak ada satupun biji yang berkecambah pada hari pengamatan hari ke-7, begitu juga hingga pada hari ke-14 tidak ada satu benih karetpun yng tumbuh , hal ini mungkin disebabkan karena factor genetis atau bawaan benih karet yang kurang baik atau benih yang mengalami masa dormansi sangat besar ataupun factor luar yang tidak mendukung baik dari segi media perkecambahan maupun factor lainnya.


IV.    PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik yaitu bahwa dari hasil pengujian pematahan dormansi menggunakan benih lamtoro sangat baik dilakukan dengan metode pengamplasan benih karena benih yang berkecambah dengan metode ini paling tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan menggunakan air panas juga baik namun yang terbaik dengan perlakuan ampelas.
Dormansi benih merupakan benih yang menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Benih tersebut membutuhkan waktu untuk tumbuh di lapang. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa metode sesuai dengan peristiwa dormansi. Untuk dormansi fisik, metode pematahannya dapat dilakukan dengan cara skarifikasi. Dormansi fisiologis lebih efektif dipatahkan dengan metode stratifikasi atau penyimpanan kering.
Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pemotongan, pengamplasan, perendaman dalam larutan kimia, dan perendaman dengan air panas.
Cara pematahan dormansi bermacam-macam secara mekanis fisik, perandaman dengan larutan dan sebagainy namun pada praktikum ini digunakan empat perlakuan yaitu dengan perlakuaan larutan air panas, etanol, dan perlakuan ampelas.








DAFTAR PUSTAKA


Ashari, Sumaru.1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press ; Jakarta

Blogspot. 2009 http://teknologibenih.blogspot.com. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2012

Idris, 2003. Dasar-Dasarr Teknologi Benih. Universitas Mataram: Mataram.

Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya; Padang

Kartasapoetra, Anto G. 1986. Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Bina Aksara; Jakarta

Pratiwi. 2000. Biologi. Erlangga; Jakarta

Rubenstin, Irwin dkk. 1978. The Plant Seed. Academi Press Inc; USA

Soetopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press; Jakarta

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW Tjitrasam, 1983. Botani Umum I. Angkasa: Bandung.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. UGM Press; Yogyakarta

Wikipedia, 2012. Struktur dan type  buah. http//:www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2012.

Wordpres, 2012 http://yunosuyono.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar